Sentral Keilmuan Integrasi Interkoneksi
Latar belakang Integrasi Interkoneksi
1. Dikotomi pendidikan agama dan sains
Sebuah kenyataan bahwa
ada sebagian masyarakat, yang memahami
secara kurang tepat hubungan
antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu
pengetahuan, di mana dipahami
seakan ada jarak di antara keduanya yang
tidak bisa di satukan dalam
metode tertentu. Selanjutnya dipahami bahwa
Agama hanya mengurusi
wilayah-wilayah ketuhanan, kenabian, aqidah, fikih,
tafsir, hadis
dan semisalnya, yang pada gilirannya ilmu pengetahuan diletakan
dalam bangunan lain di luar bangunan ilmu-ilmu Agama. Kemudian
dimasukan ke dalamnya misalnya ilmu biologi, fisika, matematika,
kedokteran
dan sejenisnya. Hal inipun berlanjut dengan didukung pula
kebijakan
pendidikan pemerintah yang dikotomik. Kenyataan di atas
mengusik Amin
Abdullah, untuk meluruskan, membenahi, mendobrak
pemahaman diatas
melalui buku Islamic Studies; Pendekatan
Integratif-Interkonektif sebagai
upaya dekonstruksi atau merombak
ulang untuk kemudian ditata kembali
frame berpikir masyarakat dalam
melihat agama dalam relasinya dengan ilmu
pengetahuan.
Ide dasarnya adalah,
bahwa untuk memahami kompleksitas fenomena
kehidupan yang dihadapi
dan dijalani manusia, setiap bangunan keilmuan
apapun, baik Agama,
sosial, humaniora, kealaman dan sebagainya, tidaklah
dibenarkan
bersikap single entity. Masing-masing harus saling bertegur sapa
antara satu sama lain. Kerjasama, saling membutuhkan, saling koreksi
dan
saling keterhubungan antar disiplin keilmuan akan lebih dapat
membantu
manusia memahami kompleksitas kehidupan dan memecahkan
persoalan yang
dihadapinya.
Sebab,
ketika
bangunan-bangunan
keilmuan
itu
saling
membelakangi,tidak ada tegur
sapa dan komunikasi maka hasilnya adalah
kemunduran, akan tercipta
misalnya seorang ilmuwan yang tak berakhlak dan
merusak atau seorang
Kyai yang tidak tahu perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi
yang akhirnya gampang dibodohi.
Jargon
integratif-interkonektif memang cukup populer di dengar
terutama
bagi kalangan civitas akademika Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Ini tidak hanya sekedar jargon pasca peralihan
IAIN menjadi UIN tetapi lebih dari itu menjadi core values dan
paradigma
yang akan dikembangkan UIN Sunan Kalijaga yang
mengisyaratkan tidak ada
lagi dikotomi antara ilmu agama dan ilmu
umum. Gagasan integrasi-
interkoneksi ini muncul dari mantan rektor
UIN Sunan Kalijaga Amin
Abdullah yang kemudian mengaplikasikannya
dalam pengembangan IAIN
menjadi UIN.
Gagasan keilmuan yang
integratif dan interkonektif ini muncul dari
sebuah “kegelisahan”
Amin Abdullah terkait dengan tantangan perkembangan
zaman yang
sedemikian pesatnya yang dihadapi oleh umat Islam saat ini.
Teknologi yang semakin canggih sehingga tidak ada lagi sekat-sekat
antarbangsa dan budaya, persoalan migrasi, revolusi IPTEK, genetika,
pendidikan, hubungan antaragama, gender, HAM dan lain sebagainya.
Perkembangan zaman mau tidak mau menuntut perubahan dalam segala
bidang tanpa terkecuali pendidikan keislaman, karena tanda adanya
respon
yang cepat melihat perkembangan yang ada maka kaum Muslimin
akan
semakin jauh tertinggal dan hanya akan menjadi penonton,
konsumen bahkan
korban di tengah ketatnya persaingan global.
Menghadapi tantangan era globlalilasi ini, umat Islam tidak hanya
sekedar butuh untuk survive tetapi
bagaimana bisa menjadi garda
depan perubahan. Hal ini kemudian dibutuhkan
reorientasi pemikiran
dalam pendidikan Islam dan rekonstruksi sistem
kelembagaan.
Jika selama ini terdapat
sekat yang sangat tajam antara “ilmu” dan
“agama” dimana
keduanya seolah menjadi entitas yang berdiri sendiri dan
tidak bisa
dipertemukan, mempunyai wilayah sendiri baik dari segi
objek-
formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran
yang dimainkan
oleh ilmuwan hingga institusi penyelenggaranya.
Tawaran paradigma
integratif-interkoneksi berupaya mengurangi
ketegangan-ketegangan tersebut
tanpa meleburkan satu sama lain
tetapi berusaha mendekatkan dan mengaitkannya sehingga menjadi
“bertegur sapa” satu sama lain.
2. Perilaku manusia tidak sebagaimana mestinya
Dunia saat ini sedang mengalami berbagai krisis, mulai dari krisis energi sampai krisis moral. Oleh banyak ahli, berbagai krisis yang melanda dunia ini ditengarai dikarenakan ummat manusia tidak berperilaku sebagaimana mestinya (benar dan baik). Kesalahan perilaku ummat manusia tersebut disinyalir oleh para ahli tersebut karena pola pendidikan yang dikembangkan saat ini kurang tepat.
3. Krisis Global
Saat ini juga marak dengan krisis global yang berdampak pada lingkungan dan energi dan bahkan moral. hal ini tentu patut di pikirkan bagaimana mengatasi ini semua agar tidak menjadi masalah yang berkepanjangan. dampak dari krisis global ini memang di sinyalir dari Dikotomi (pemisahan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum).
Mengatasi Krisis Global dengan Pendidikan terpadu
Solusi terhadap masalah dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum
telah banyak ditawarkan oleh beberapa ahli. Minimal ada tiga solusi terhadap masalah dikotomi tersebut, yaitu islamisasi sains, ilmuisasi islam, dan integrasi-interkoneksi.
Diharapkan dengan melakukan integrasi-interkoneksi ini krisis yang ada akan hilang ataupun berkurang.
telah banyak ditawarkan oleh beberapa ahli. Minimal ada tiga solusi terhadap masalah dikotomi tersebut, yaitu islamisasi sains, ilmuisasi islam, dan integrasi-interkoneksi.
Diharapkan dengan melakukan integrasi-interkoneksi ini krisis yang ada akan hilang ataupun berkurang.
Sumber :
- Nurrochman M.KOM
- M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Paradigma Integratif-Interkonektif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 92-93
izin copas gan
BalasHapus